Erupsi Merapi pada akhir 2010 lalu masih menyematkan kenangan pilu di
benak penduduk desa Kepuharjo tepatnya di lereng gunung berapi paling
aktif ini. Tapi alih-alih terus meratap, Pak Riyanto seorang warga desa
Kepuharjo mengubah sisa-sisa harta bendanya menjadi sebuah museum mungil
yang menarik. Museum Sisa Hartaku ini merupakan sisa-sisa barang yang ada dirumah
Pak Riyanto, yang empat tahun lalu terserang ganasnya wedhus gembel dan
erupsi merapi. Mulai dari barang-barang rumah, sepeda motor, hingga
tulang-tulang hewan ternak Pak Riyanto menghiasi isi museum ini.
Walaupun hanya sisa-sisa barang, akan tetapi isi museum ini sarat akan
kenangan betapa epic-nya dan mengingatkan kita dari keganasan gunung Merapi.
Bertempat tinggal di lereng gunung yang masih aktif, seperti gunung
Merapi yang terletak di Sleman, Yogyakarta, memang dilematis. Di satu
sisi, lereng gunung Merapi adalah daerah subur yang mampu memberikan
kehidupan bagi masyarakat. Di sisi lain, bahaya senantiasa mengancam.
Gunung Merapi terkenal dengan pengulangan letusan setiap 4 tahun sekali.
Erupsi yang terjadi di gunung Merapi selalu menyisakan jejak-jejak
peninggalan. Tak mengherankan, tidak lama setelah erupsi, banyak orang
berdatangan untuk menyaksikan situasi dan kondisi pasca erupsi. Situasi
seperti ini mendatangkan keuntungan tersendiri bagi masyarakat.
Kreatifitas masyarakat akan mendatangkan keuntungan. Ada yang tergerak
untuk menyediakan sarana transportasi seperti jeep, motor trail, atau
bahkan jasa ojek. Ada yang berjualan makanan dan minuman. Ada yang
berjualan souvenir khas merapi.
Dari sekian banyak kreatifitas itu, ada sebuah tempat yang menarik untuk
dikunjungi. Tempat itu bernama Museum Sisa Hartaku. Adalah mbah Wati,
65 tahun. Beliaulah yang memiliki areal rumah yang hancur diterjang
ganasnya lahar panas dan wedus gembel pada erupsi 2010 lalu. Kedukaan
kehilangan harta benda tak membuatnya larut dalam kedukaan. Hancurnya
rumah tinggal justru memunculkan ide untuk menjadikan rumahnya sebagai
sebuah harta berharga. Jadilah sebuah museum yang unik. Melalui
kreatifitas mbah Wati, sisa-sisa erupsi disulap menjadi sebuah tempat
yang menunjukkan kepada para pengunjung efek erupsi Merapi. Sisa-sisa
keganasan erupsi ditata sedemikian rupa. Pengunjung dapat berkeliling
dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri berbagai peninggalan yang
masih berbentuk di rumah yang terletak di pinggir jalan itu.
Ketika berkeliling menggunakan jeep atau motor trail, kita akan bertemu
dengan satu-satunya rumah yang sederhana. Di depan rumah terdapat
tulisan penunjuk: Musium Sisa Hartaku. Inilah rumah satu-satunya di
lokasi itu. Sementara penduduk yang lain sudah direlokasi, mbah Wati
tetap setia bertempat tinggal di rumah itu sembari menjaga sisa-sisa
hartanya.
Di depan rumah, terpasang kerangka sapi, baik yang masih utuh maupun
sudah terpisah-pisah menjadi beberapa bagian. Ada 4 ekor sapi yang
miliki mbah Wati. Semuanya mati dan tinggal tulang belulangnya. Kerangka
sapi itu disusun dengan apik olehnya. Sedikit masuk, kita akan
menjumpai kerangka motor. Kerangka motor ini ditempatkan sedikit agak
lebih tinggi dibandingkan kerangka sapi yang masih utuh.
12.04.42 itulah kisaran angka yang terdapat pada sebuah jam dinding.
Itulah saksi sejarah datangnya bencana di rumah mbah Wati. Jam dinding
yang telah meleleh dan jarum-jarum penunjuknya menjadi satu itu menjadi
penanda yang mahal harganya. Jam dinding itu telah menjadi pengingat dan
penanda takterbantahkan.
12.04.42 itulah kisaran angka yang terdapat pada sebuah jam dinding.
Itulah saksi sejarah datangnya bencana di rumah mbah Wati. Jam dinding
yang telah meleleh dan jarum-jarum penunjuknya menjadi satu itu menjadi
penanda yang mahal harganya. Jam dinding itu telah menjadi pengingat dan
penanda tak terbantahkan.
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »